Di sebuah kepulauan tropis yang hangat hiduplah seorang Raja yang dibantu seorang Perdana Menteri yang
sangat optimis. Perdana Menteri ini juga sangat positif sehingga seringkali sang Raja merasa jengkel karena
selalu saja ia mampu menemukan sisi positif dari setiap keadaan.
Pada suatu hari, Raja dan Perdana Menteri sedang melakukan perjalanan melintasi hutan lebat. Di tengah
perjalanan sang Raja beristirahat sambil membelah buah kelapa sebagai pelepas dahaga. Ketika sedang
enak-enaknya makan buah kelapa tanpa sengaja sang Raja menggigit batok kepala yang keras itu sehingga
giginya terlepas. Ia menjerit kesakitan lalu menyampaikan kesialannya pada Perdana Menteri. Mendengar
keluhan sang Raja, Perdana Menteri ini malah tersenyum sambil berteriak, "Wow, itu bagus...!"
"Ha! Kenapa kamu berkata seperti itu?" tanya sang Raja keheranan.
"Ya, karena itu adalah pertanda keberuntungan untuk Baginda."
Mendengar jawaban ini sang Raja menjadi sangat marah. Bagaimana mungkin seorang Perdana Menteri
malah menganggap lucu penderitaan seorang rajanya?
"Baginda, mohon dengarkan saya," desak Perdana Menteri, "di balik setiap kejadian yang tidak
mengenakkan selalu terdapat sisi baik yang tidak kita lihat."
"Cukup! Ini sudah keterlaluan!" Kini sang Raja menjadi murka. Ia lalu menangkap dan mengikat Perdana
Menteri. Kemudian dimasukkan ke dalamsumur kering. Sang Raja akan menjemputnya nanti sepulang dari
perjalanannya.
Sang Raja melanjutkan perjalanan. Setelah berjalan cukup jauh sang Raja dihadang oleh sekelompok suku
liar yang sedang mencari orang untuk dikurbankan pada dewa Gunung Api. Begitu suku liar ini mengetahui
bahwa yang ditangkap adalah seorang Raja, mereka sangat senang dan membawanya ke Pendeta
pemimpin upacara. Lalu, suku liar ini mempersiapkan sesajian dan merias Raja ini dengan pakaian kurban
yang indah.
Ketika hendak dikurbankan dan algojo siap memenggal leher sang Raja, sang Pendeta berteriak
menghentikan semuanya. Ia melihat ternyata ada satu gigi sang Raja yang telah tanggal. "Kami tidak bisa
menggunakan engkau sebagai kurban, karena Dewa Gunung Api hanya berkenan menerima kurban yang
tubuhnya lengkap. Kamu boleh pergi sekarang!"
Sang Raja merasa sangat bersyukur. Ia pun lari cepat-cepat meninggalkan suku liar itu. Tiba-tiba ia teringat
apa yang dikatakan oleh Perdana Menterinya, bahwa memang benar-benar ada sisi keberuntungan dari
sesuatu yang dianggapnya sebagai kesialan.
Bergegas sang Raja pulang. Di perjalanan pulang ia menjenguk Perdana Menterinya yang masih tertinggal
dalam sumur kering. Ketika melongok ke dalam sumur, sang Raja melihat Perdana Menterinya masih
terikat rapat dan sedang tersenyum gembira. "Wow..! Perdana Menteri ini benar-benar seorang yang
berpikiran positif..!" Sang Raja menolong Perdana Menteri itu keluar dari sumur dan meminta maaf dari
segala apa yang dilakukan padanya.
"Aku minta maaf telah melemparmu ke dalam sana!" kata sang Raja sambil memegang bahu Perdana
Menterinya. Kemudian sang Raja menceritakan apa yang dialaminya. "Aku ditangkap oleh suku liar di sana
yang bermaksud mengurbankanku pada Dewa Gunung Api. Tapi mereka melihat ada sebuah gigiku yang
lepas lalu mereka melepasku. Bukankah ini suatu keajaiban! Sewaktu kau mengatakan hal itu, aku sangat
tidak percaya. Malah membuangmu ke dalam sumur itu! Maukah kau memaafkanku?"
"Ah, Baginda tak perlu meminta maaf," jawab Perdana Menteri itu sambil tersenyum. "Bukankah itu juga
adalah sebuah keberuntungan dan berkah bagi hamba karena Baginda telah melempar hamba ke dalam
sumur"
"Ha..? Sekarang berkah apa yang bisa kau tarik dari kejadianmu itu?" tang sang Raja terheran-heran.
"Begini Baginda," jawab Perdana Menteri. "Seandainya saja hamba tadi pergi bersama Baginda, maka suku
liar itu akan menggunakan hamba sebagai kurban untuk Dewa Gunung Api..!"
Posting Komentar